Jumat, 18 Juni 2010

MUTLAQ DAN MUQAYYAD

MUTLAQ DAN MUQAYYAD

Makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an mengenai Mutlaq dan Muqayyad.
Orang yang hendak menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, terlebih dahulu harus tahu dan memahami dulu beberapa kaidah-kaidah yang erat kaitannya dengan pemahaman makna kalimat yang hendak ditafsirkan. maka dalam hal ini terdapat Qawaid Tafsir. Qawaid Tafsir itu sendiri adalah kaidah-kaidah yang diperlukan oleh para mufasir dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, sedangkan Mutlaq dan Muqoyyad ini merupakan salah satu bagian dari macam-macam Qawaid Tafsir yang merupakan inti materi yang akan kami jelaskan lebih jauh dalam makalah ini.
A. Pengertian Mutlaq dan Muqayyad
Mutlaq menurut bahasa adalah lepas tidak terikat,sedangkan menurut ushul fiqih adalah suatu lafadz yang menunjukan pada makna/pengertian tertentu tanpa dibatasi oleh lafadz lainnya. Misalnya: kata “meja”, “rumah”, “jalan” , kata-kata ini memiliki makna mutlak karena 1) secara makna kata-kata tersebut telah menunjuk pada pengertian makna tertentu yang telah kita pahami, 2) tidak dibatasi oleh kata-kata lain.
Contoh dalam al qur’an yang berhubungan kifarat zhihar
  
“Maka [wajib atasnya] memerdekakan seorang hamba sahaya”(QS. Al-mujadalah :3)
Kata raqabah (hamba sahaya) dalam ayat di atas mencakup budak secara keseluruhan (mutlak). Cakupan kata ini tidak terbatas pada satu budak tertentu. Kata ini tidak pula mensyaratkan agama budak tersebut. Jadi, bisa budak mukmin atau budak kafir.
Muqoyyad menurut bahasa adalah tidak terlepas yakni terikat,sedangkan menurut ushul fiqih adalah lafadz yang menunjukan pada makna tertentu dengan batasan kata tertentu. Misalnya: ungkapan meja menjadi “meja hijau”, rumah menjadi “rumah sakit”,jalan menjadi “jalan raya”. Kata-kata rumah, jalan dan meja ini sudah menjadi muqayyad karena 1) menunjukan pada pengertian/makna tertentu dan 2) dikaitkan atau diikatkan dengan kata lainnya.
Contoh dalam al qur’an misalnya kata raqabah yang telah dibatasi dengan kata mu’minah sehingga menjadi “raqabah mu’minah” mengenai kifarat pembunuhan yang berbunyi :
  
" Maka [hendaklah pembunuhan itu] Memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin “ (An-Nisa : 92)
Kata budak mukmin (raqabah mu’minah) dalam ayat di atas tidak sembarangan hamba sahaya, tetapi hanya hamba sahaya yang beriman.
B. Kaidah Mutlaq dan Muqoyyad
- Kaidah Mutlaq:

Artinya: Hukum mutlak ditetapkan berdasarkan kemutlakannya sebelum ada dalil yang membatasinya.
Ketika ada suatu lafadz mutlaq, maka makna tersebut ditetapkan berdasarkan kemutlakannya. Misalnya dalam surat an-Nisa:23 yang menjelaskan tentang perempuan-perempuan yang haram dinikahi laki-laki. Diantara perempuan itu adalah “ibu-ibu istrimu (mertua)”.Ayat ini sifatnya mutlak.Keharaman menikahi ibu mertua tidak memedulikan apakah istrinya sudah digauli atau belum.
- Kaidah Muqayyad:

Artinya: Lafadz muqoyyad tetap dihukumi muqoyyad sebelum ada bukti yang memutlakannya.
Muqoyyad berfungsi membatasi lafal-lafal yang mutlaq. Lafal muqoyyad dianggap tetap muqoyyad selama tidak ada bukti yang menjadikannya bersifat mutlaq.Misalnya,Kifarat zihar. Orang yang telah melakukan zihar diharuskan membayar kafarat berupa memerdekakan budak atau puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan sebanyak 60 orang miskin jika dua yang pertama tidak mampu.karena kemutlakannya telah dibatasi, maka yang harus diamalkan adalah muqoyyad-nya.
- Hukum mutlaq yang sudah dibatasi


Artinya: Lafadz mutlaq tidak boleh dinyatakan mutlaq jika telah ada yang membatasinya.
Jika suatu lafadz mutlaq telah ditentukan batasannya, maka ia menjadi muqoyyad. Contohnya, ketentuan wasiat dalam Q.S an-Nisa:11 yang lafalnya masih bersifat mutlaq, tidak ada batasan berapa jumlah yang harus dikeluarkan. Kemudian ayat tersebut dibatasi ketentuannya oleh hadis yang menyatakan bahwa wasiat paling banyak sepertiga harta yang ada, sebagaimana hadis Nabi berikut.


Artinya: Wasiat itu sepertiga dan sepertiga itu sudah banyak (H.R.Bukhari dan Muslim)
- Hukum Muqoyyad yang dihapuskan batasannya.
Lafal Muqoyyad jika dihadapkan pada dalil lain yang menghapus sifat muqoyyad-nya, maka ia menjadi menjadi mutlaq


Artinya: Muqoyyad tidak akan tetap dikatakan muqoyyad jika ada dalil lain yang menunjukan kemutlakannya.
Contohnya, Keharaman menikah anak tiri mempunyai dua sebab.1. Anak tiri dalam pemeliharaan bapak tiri.2. ibu dari anak tiri yang dikawininya telah digauli. Sebab kudua (telah menggauli ibu dari anak tiri) dipandang sebagai hal yang membatasi, sedangkan alas an pertama hanya mengikuti saja. Jadi, bila ayah tiri belum menggauli ibu kandung dari anak tiri, maka anak tiri boleh dinikahi, tentu saja dengan menceraikan terlebih dahulu ibu dari anak tiri tersebut. Jadi, hukum mengawini anak tiri yang semula haram (muqoyyad) menjadi halal (karena batasan muqoyyad telah dihapus).
D.Hukum Lafadz Mutlaq dan Muqayyad
Jika pada suatu tempat disebutkan dengan lafadz mutlaq, dan ditempat lain dengan lafadz muqoyyad, maka ada empat kemungkinan:
1). Jika Sebab dan hukum sama, maka Mutlaq harus ditarik ke Muqayyad.Artinya muqoyyad menjadi penjelas terhadap Mutlaq. Kaidahnya adalah:


Artinya: Mutlaq dibawa ke muqoyyad jika sebab dan hukumnya sama.
       Contoh Mutlaq :
Artinya: Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi.(Al Maidah:3) Contoh Muqoyyad:
       •          ••   
Artinya:”Katakanlah: aku peroleh di dalam wahyu yang diturunkan kepadaku, akan sesuatu makanan yang haram atas orang yang memakannya, kecuali bangkai, darah mengalir atau daging babi”. (Al-An’am:145)
Karena kedua ayat tersebut memiliki sebab yang sama yaitu hendak makan dan berisi hukum yang sama yaitu haramnya darah, maka hukum mutlaq disandarkan kepada hukum muqoyyad, yaitu hanya darah mengalir yang diharamkan. Sedangkan hati ataupun limpa yang merupakan darah yang tidak mengalir hukumnya halal dimakan.
2). Jika Sebab dan hukum berbeda, maka masing-masing Mutlaq dan Muqayyad tetap pada tempatnya sendiri.Artinya muqoyyad tidak menjadi penjelas Mutlaq. Kaidahnya adalah:

Artinya: Mutlaq tidak dibawa ke muqoyyad jika sebab dan hukumnya berbeda.
Contoh mutlaq:
              
Artinya: laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S.Al-Maidah:38)
Contoh Muqoyyad:
           
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku.(Q.S.Al-Maidah:6)
Dalam pada itu, ada hadis Nabi yang menjelaskan bahwa pemotongan tangan pencuri sampai pergelangan.
Contoh mutlaq surat Al-Maidah:38 menjelaskan tentang potong tangan bagi pencuri sedangkan contoh muqoyyad surat Al-Maidah:6 menjelaskan tentang membasuh tangan sampai siku dalam wudlu. Kedua ayat ini berlainan sebab, yaitu hendak salat dan pencurian, dan berlainan pula dalam hukum, yaitu wudhu dan pemotongan tangan. karena lafal mutlaq dan muqoyyad pada ayat di atas sebab dan hukumnya berbeda, maka mutlaq tidak dapat disandarkan kepada muqoyyad. Keduanya ditempatkan pada posisinya masing-masing.
3). Jika Sebab sama sedangkan hukum berbeda, maka masing-masing Mutlaq dan Muqayyad tetap pada tempatnya sendiri. Kaidahnya adalah:


Artinya: Mutlaq itu tidak dibawa ke muqoyyad jika yang berbeda hanya hukumnya.
Contoh mutlaq:
     
Artinya: Maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu.(Q.S. an-Nisa:43)
Contoh Muqoyyad:
                
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.(Q.S. Al-Maidah:6)
Muqoyyad surat Al-Maidah:6 tidak bisa menjadi penjelas bagi mutlaq surat an-Nisa:43, karena keduanya berbeda hukum, yang dibicarakan,yaitu tayamum pada surat an-Nisa:43 dan wudhu pada surat Al-Maidah:6 walaupun sebabnya sama, yaitu hendak salat atau karena hadas(tidak suci). Tangan bisa diartikan dari ujung jari sampai pergelangan, atau sampai siku-siku, atau sampai bahu.
4). Jika hukum sama sedangkan sebab berbeda, maka dalam hal ini terdapat dua pendapat:
a.Menurut golongan syafi’i, mutlaq dibawa kepada muqoyyad.
b.Menurut golongan Hanafiyah dan Makiyah, mutlaq tetap pada tempatnya sendiri, tidak dibawa kepada muqoyyad.
Contoh mutlaq:
             
Artinya: orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.(Q.S Al-Mujadalah:3)
Contoh muqoyyad:
  •   
Artinya: Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.(Q.S an-Nisa:92)
Kedua ayat tersebut berisi hukum yang sama, yaitu pembebasan budak sedangkan sebabnya berlainan, surat Al-Mujadalah:3 karena zihar sedangkan surat an-Nisa:92 karena pembunuhan tidak sengaja.
Menurut golongan Syafi’i, hamba sahaya dalam kifarat zihar haruslah hamba sahaya yang beriman, tidak bisa hanya hamba sahaya saja, karena dalil yang menunjukkan penggabungan ini adalah bahwa hukum kedua kifarat itu sama yakni sama-sama memerdekakan budak walaupun sebabnya berbeda, maka hamba sahaya yang dalam pengertian mutalq dibawa kepada hamba sahaya dalam pengertian muqayyad, yakni hamba sahaya mukmin.
Menurut golongan Hanafiyah dan Malikiyah, pengertian hamba sahaya dalam kifarat zihar tetap saja diartikan hamba sahaya tidak berubah menjadi hamba sahaya yang beriman.Dalam artian tidak ada penggabungan antara pengertian mutlaq dan pengertian muqayyad. Keduanya memiliki arti masing-masing. Hal ini didasarkan karena adanya perbedaan sebab antara mutlaq dan muqayyad, walaupun hukum keduanya sama.



KESIMPULAN
Mutlaq adalah suatu lafadz yang menunjukan pada makna/pengertian tertentu tanpa dibatasi oleh lafadz lainnya. Contoh: lafadz ” hamba sahaya/ raqabah ”. Muqayyad adalah lafadz yang menunjukan pada makna tertentu dengan batasan kata tertentu. Contoh: ” hamba sahaya yang mukmin/ raqabah mu’minah” yang berarti budak mukmin bukan budak lainnya..
Kaidah Mutlaq adalah Lafadz mutlaq tetap dalam kemutlakannya hingga ada dalil yang membatasinya dari kemutlakan itu, sedangkan Kaidah Muqayyad adalah Wajib mengerjakan yang Muqayyad kecuali jika ada dalil yang membatalkannya.
Hukum lafal mutlaq dan muqayyad jika bertemu ada 4 bagian yaitu:
1.Sebab dan hukum sama, maka Mutlaq ditarik ke Muqayyad.
2.Sebab dan hukum berbeda, maka Mutlaq tidak ditarik ke Muqayyad.
3.Sebab sama, tapi hukum berbeda, maka Muqayyad dan Mutlaq berdiri sendiri
4.Sebab berbeda, tapi hukum sama, maka menurut golongan Syafi’i Mutlaq ditarik ke Muqayyad., sedangkan menurut golongan Hanafi Muqayyad dan Mutlaq berdiri sendiri.

1 komentar:

  1. Syukran ya Ustazah...
    Makalahnya ana copy buat bahan pemahaman ana untuk buat makalah tentang Mutlak dan Muqayyad juga.
    Jazakillah Khair Jaza...

    BalasHapus